USD/IDR Diam di Dekat 16.350-an, Rupiah Belum Mampu Pulih Lagi
- Pasangan mata uang USD/IDR tidak banyak bergerak di sekitar 16.350an pada sesi Asia siang hari.
- Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan di 5,75%, sesuai dengan estimasi pasar.
- The Fed membutuhkan waktu lebih lama sebelum mempertimbangkan perubahan suku bunga.
Pada perdagangan di sesi Asia hari Kamis, pasangan mata uang USD/IDR masih bertahan di sekitar 16.348 setelah ditutup di 16.373. Rupiah Indonesia (IDR) masih berusaha mempertahankan harganya di bawah 16.400 melawan Dolar AS sejauh ini. Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur Dolar AS terhadap enam mata uang utama lainnya, tampak bertahan di level 107.
Di hari Rabu, Bank Indonesia (BI) telah merilis suku bunga acuan yang dipertahankan di 5,75%, seperti yang telah diprakirakan. Suku bunga Deposit Facility dan suku bunga Lending Facility, masing-masing dipertahankan di 5,00% dan 6,50%. Keputusan ini sejalan dengan tujuan BI untuk menjaga inflasi pada tahun 2025 dan 2026 dalam rentang target 2,5±1%, serta menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah yang sejalan dengan fundamental ekonomi. Selain itu, keputusan ini juga bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan inflasi dan pertumbuhan ekonomi untuk menentukan kesempatan yang tepat untuk menurunkan suku bunga BI-Rate, sambil memperhitungkan pergerakan nilai tukar Rupiah.
Pagi tadi, BI juga menerbitkan laporan Neraca Transaksi Berjalan untuk Kuartal 4 2024. Laporan tersebut menunjukkan bahwa Neraca ini mengalami defisit sebesar USD 1,15 Miliar, lebih rendah dari defisit sebesar USD 2,0 Miliar pada Kuartal 3 2024. Neraca Transaksi Berjalan telah mengalami defisit selama tujuh kuartal berturut-turut, tapi ini adalah defisit terkecil dari rentetan kuartal-kuartal sebelumnya.
Pada tahun 2024, defisit transaksi berjalan Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan menjadi USD 8,86 miliar, yang setara dengan 0,6% dari PDB. Jumlah ini merupakan peningkatan dari defisit USD 2,04 miliar pada tahun 2023. Penyebab utama peningkatan defisit ini adalah penurunan surplus perdagangan akibat melemahnya permintaan luar negeri, sementara permintaan di dalam negeri tetap kuat.
Sentimen pasar global dan dalam negeri masih dipengaruhi oleh ancaman tarif Trump. Presiden Donald Trump pada hari Rabu mengumumkan rencana untuk mengenakan tarif impor pada beberapa produk, termasuk kayu, mobil, semikonduktor, dan farmasi, dalam waktu sebulan ke depan atau lebih cepat. Rencana tersebut meliputi penerapan tarif sebesar 25% pada mobil, serta bea serupa pada semikonduktor dan farmasi. Langkah ini dapat memperluas perang dagang dan menimbulkan ketidakpastian di pasar global.
Dalam risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bulan Januari yang dirilis hari Rabu, disebutkan bahwa suku bunga dipertahankan tidak berubah, sesuai dengan prakiraan pasar. Para anggota FOMC menyatakan bahwa mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk mengevaluasi aktivitas ekonomi, tren pasar tenaga kerja, dan inflasi sebelum mempertimbangkan perubahan suku bunga.
Perhatian para pelaku pasar saat ini tertuju pada beberapa data ekonomi AS yang penting, seperti Klaim Tunjangan Pengangguran Awal mingguan, Indeks Ekonomi Leading CB, dan Indeks Manufaktur The Fed Philadelphia. Data-data ini akan dirilis selama sesi Amerika Utara dan dapat mempengaruhi dinamika pasar serta pergerakan pasangan mata uang USD/IDR lebih lanjut.